“Waktu yang lama ini, yang mungkin bagi kamu
bersamanya terlalu begitu singkat. Tapi waktu yang menurutku sangatlah lama
ini, sama sekali nggak pernah aku lalui dengan mudah.“
Menurut kamu, meninggalkan itu mudah? Enggak, itu
hal yang sangat sulit. Bahkan aku benci akan hal itu. Aku benci mengucap
selamat tinggal dan selamat jalan. Aku benci membasuh kenangan demi kenangan
yang sudah melekat begitu eratnya pada diriku ini. Hingga pada ujungnya aku hanya berakhir dalam kepura-puraan.
Aku pura-pura mengikhlaskan. Aku pura-pura nggak terluka. Aku pura-pura
tersenyum ketika melihat kamu bersamanya. Aku pura-pura tetap berjalan ke
depan.
Ketika kamu berpaling, aku kembali. Ya, aku kembali
ke tempat dimana kita pertama kali bertemu. Tapi sayangnya, kamu nggak pernah tahu. Entahlah itu karena kamu nggak peka atau memang kamu nggak perduli. Atau mungkin saja keduanya.
Perpisahan itu hanya aku simpan di dalam mesin waktu. Mungkin mesin waktu itu tak akan pernah mau memutar waktu untuk aku. Atau mungkin mesin waktu itu juga tak akan pernah mau mengembalikan aku pada masa laluku.
Perpisahan itu hanya aku simpan di dalam mesin waktu. Mungkin mesin waktu itu tak akan pernah mau memutar waktu untuk aku. Atau mungkin mesin waktu itu juga tak akan pernah mau mengembalikan aku pada masa laluku.
Ledakan rindu ini sering kali membawa aku ke masa
lalu. Dan lagi-lagi, kamu nggak peka dan kamu juga nggal tahu.
Aku linglung. Setelah kamu pergi, untuk siapa lagi celingukan
ini? Sedetik setelah kamu pergi buat siapa lagi lengkung senyum ini?
Kamu yang semakin menjauh, cuma mendekatkan aku
pada kesepian. Tapi aku selalu di sini, aku tetap bertahan di persimpangn jalan
ini. Dan ketika kamu dengannya menemui akhir, kembalilah kepadaku. Aku di sini
masih melambaikan tangan dingin ini kepada kamu yang telah pergi menjauh
meninggalkanku.
"You promised that you'd never leave. But, where are you now?"
Comments
Post a Comment